Senin, 06 Februari 2012

KENDALI KUALITAS PENDIDIKAN PADA PROGRAM STUDI DENGAN METODE KENDALI KOKOH (ROBUST CONTROL)

KENDALI KUALITAS PENDIDIKAN PADA PROGRAM STUDI DENGAN METODE KENDALI KOKOH (ROBUST CONTROL)
Oleh : Drs. Wanapri Pangaribuan, MT

ABSTRAK
Kendali internal sesuai dengan karakteristik kendali kokoh (robust control), yang menekankan dan memiliki kekuatan pada perencanaan, pemodelan, standar operasional prosedur, dan pemaksaan terhadap subjek didik untuk selalu berada dalam tracking kendali. Komponen kendali, ketua dan sekretaris jurusan atau prodi, dosen, tenaga administrator, dan laboran harus merumuskan standar kerja dan indicator-indikator capaian serta instrument pengukurannya. Kendali kokoh berbasis evaluasi diri secara internal, dan kokoh pada rencana dan prosedur.

A. PENDAHULUAN
Tiga pilar pembangunan pendidikan nasional yang juga menjadi pilar pembangunan pendidikan di program studi adalah pemerataan dan perluasan akses pendidikan, peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan, dan peningkatan tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik. Pilar peningkatan kualitas dan relevansi pendidikan di program studi merupakan pilar pendukung segala program, kegiatan, proses belajar dan pembelajaran, serta pengadaan sarana dan prasarana untuk tujuan menghasilkan lulusan yang berdaya saing tinggi dan untuk keberlangsungan (susteinibility) program studi tersebut.
Kualitas dan relevansi adalah menggambarkan kemampuan dan kompetensi pengetahuan, sikap, keterampilan kerja yang relevan dengan kebutuhan kerja, serta keunggulan kompetitif lulusan ketika bersaing dengan lulusan-lulusan lainnya, adalah hal yang harus dipenuhi program studi.
Untuk memenuhi kualitas dan relevansi yang diharapkan, program studi pertama sekali harus merumuskan standar program, kegiatan, proses, sarana dan prasarana, indikator ketercapaian, operasional prosedur. Perumusan standar ini merupakan patokan yang harus dicapai dan merupakan tujuan dan arah perjalanan program studi.
Dalam perjalanannya, program studi melaksanakan segala program dan kegiatan serta aktivitasnya diarahkan dan dikendalikan oleh standar. Kendali terhadap program, kegiatan dan aktivitas program studi harus mempertimbangkan deviasi minimal yang diizinkan dibandingkan dengan standar, serta juga mempertimbangkan interval waktu kendali, model pengendalian, dan actuator yang mengeksekusi minimalisasi diviasi (error).
Sejumlah standar dapat dikaji untuk melengkapi Standar Nasional Pendidikan, diantaranya Standar Malcon, Standar Baldrige, Standar Ernest, dan juga berbagai standar yang dirumuskan oleh berbagai Perguruan Tinggi. Pertanyaan yang muncul adalah apakah standar-standar tersebut sudah meliputi indikator kualitas dan relevansi ?; bagaimana tindakan kendali yang harus dilakukan untuk memenuhi standar tersebut; apakah tindakan kendali tersebut efektif mengendalikan proses yang efisien ?. Jawaban atas pertanyaan tersebutlah yang merupakan kajian yang dilakukan dalam makalah ini.

B. STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN
Standar Nasional Pendidikan yang dirumuskan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, menyangkut delapan standar, yaitu Standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian. Standar Nasional pendidikan tersebut sering sekali menimbulkan permasalahan di tingkat satuan pendidikan ketika diimplementasikan. Permasalahan tersebut timbul karena keharusan penerapan oleh tingkat satuan pendidikan akan tetapi pada sisi lain satuan pendidikan tidak mampu merealisasikannya, dan pemerintah kurang mampu juga membantu satuan pendidikan dalam perealisasian tersebut.
Manajemen pengelolan pendidikan yang dilaksanakan pemerintah secara makro harus dikaji kembali. Standarisasi pendidikan yang mengacu pada delapan standar nasional pendidikan, umumnya tidak dapat direalisasikan oleh stuan pendidikan. Seharusnya, kedelapan standar nasional pendidikan tidak serta merta diaplikasikan sekali gus, akan tetapi tahap demi tahap.





















Gambar 1. Delapan Standar Nasional Pendidikan Mempengaruhi Kualitas,
Relevansi, dan Daya Saing Pendidikan


Standar utama yang harus dirumuskan adalah standar kompetensi lulusan dan standar isi, karena kedua standar ini terkait langsung dengan kualitas, relevansi dan daya saing pendidikan. Agar lulusan berdaya saing, maka dirumuskanlah isi pembelajaran yang dalam hal ini adalah kurikulum, kompetensi yang bagai mana yang harus dimiliki oleh lulusan. Khususnya program studi di Pendidikan Tinggi harus betul-betul serta cermat menentukan standar isi dan kompetensi serta indikator-indikatornya.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 tahun 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 26 ayat 4 mengatakan bahwa standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan tinggi bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik untuk menjadi anggota masyarakat yang berakhlak mulia, memiliki pengetahuan, keterampilan, kemandirian, dan sikap untuk menemukan, mengembangkan, serta menerapkan ilmu, teknologi, dan seni yang bermanfaat bagi kemanusiaan. Rincian standar tersebut di atas diserahkan kepada dan menjadi otoritas perguruan tinggi. Kendali terhadap perguruan tinggi oleh pemerintah dilaksanakan oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BANPT).












Gambar 2. Parameter Kompetensi Lulusan Pendidikan Tinggi

Lulusan Pendidikan Tinggi disebut memiliki kompetensi jika menerapkan IPTEKS yang dipelajari, ditemukan, dan dikembangkannya kepada kebaikan dan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian kompetensi lulusan Pendidikan Tinggi haruslah menyangkut Kompetensi Profesi, kompetensi Strategi, kompetensi Sosial, dan Kompetensi kepribadian. Kompetensi strategi yang dimaksudkan adalah kemampuan mempelajari, menemukan, mengembangkan dan menerapkan IPTEKS dengan berbagai metode dan kiat yang tepat, efektif, dan efisien.
Hal menyangkut standar isi yaitu kurikulum program studi, sebaiknya disusun dengan cermat dengan mengacu pada prinsip keterbaruan (up to date), serta standar isi tersebut seharusnya dirumuskan secara nasional yang disebut kurikulum nasional (kurnas). Kurikulum nasional berlaku secara nasional meliputi pengetahuan utama yang mendasar dalam program studi tersebut. Hal menyangkut kurikulum yang dirumuskan oleh perguruan tinggi yang sering disebut kurikulum muatan lokal, disusun berorientasi pada kesanggupan dan kebutuhan lokal atau daerah.
Perpaduan kurikulum nasional dan lokal harus dapat menjawab pertanyaan “kompetensi apa yang harus dimiliki oleh lulusan untuk dapat berkompetisi dan relevan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni ?”. Kompetensi tersebut bersifat prediktif, dan masih merupakan pendekatan. Boyatzis (2008) mengatakan bahwa kompetensi yang harus dimiliki lulusan adalah (1) kompetensi kognisi, seperti sistem berpikir dan pengenalan pola, (2) kompetensi kercerdasan emosi, seperti penguasaan diri dan pengendalian diri, (3) kompetensi kecerdasan sosial, seperti penguasaan kondisi sosial dan hubungan sosial yang terlihat dari empati dan tim kerja. Williams (2008) melihat bahwa kompetensi kecerdasan emosional, kecerdasan sosial, dan kompetensi adaptif terhadap lingkungan adalah tuntutan abat ke-21. Kompetensi kognisi haruslah meliputi tingkatan tertinggi dari Taxonomi Bloom yaitu tingkat evaluasi (Bloom, 1956). Taxonomi Bloom dalam ranah kognisi menyangkut kemampuan mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mengsintesis, dan mengevaluasi.

Tabel 1. Tingkatan kognisi defenisi dan Kata indikator (Bloom, 1956)
Level of Cognition Defenition Behavioral Verbs
Knowledge Recognizes and remembers names, ideas, terms Name, lebel, describe, define, select
Comprehension Explain, summarizes, make simple interpretations Explain, predict, sort, distinguish between
Apllication Applies rules or procedures to novel situations Compute, solve, demonstrate
Analysis Identifies component parts, reasons deductively or inductively Discriminate, infer, diagram, resolve
Synthesis Puts disparate elements together to create a new idea or product Devise, generate, construct, compose
Evaluation Uses criteria to judge qualities of products or performances Contrast, discriminate, interpret, judge.

Taxonomi Bloom tersebut di atas diperbahaeui oleh subjek didiknya Anderson dengan taxonomi yang baru, yaitu remembering, understanding, applaying, analysing, evaluating, creating (Anderson, 2001). Dengan demikian tingkatan tertinggi dari dari ranah kognitif adalah kreasi atau daya cipta.
Keterampilan identik dengan perpaduan pengetahuan dan psikomotorik. Psikomotorik memiliki lima tingkatan, yaitu imitasi, manipulasi, presisi, artikulasi, dan naturalisasi. Tingkat yang terendah adalah meniru gerakan, urutan gerakan, urutan prosedur yang dilakukan, serta ketepatan peniruan gerakan dalam dimensi tiga dan dimensi ke-n lainnya, seperti dimensi warna, simensi suara , dan lain sebagainya. Manipulasi adalah tingkatan kedua, yaitu keterampilan dalam mengembangkan gerakan-gerakan yang lebih leluasa yang diharapkan menghasilkan model-model baru. Presisi adalah ketepatan gerakan serta output yang dihasilkan dari gerakan. Artikulasi adalah penekanan dan keutamaan gerakan maupun keterampilan psikomotorik. Naturalisasi adalah gerakan yang sudah terlatih dan berjalan dengan sendirinya. Dalam tahapan naturalisasi ini subjek didik memperlihatkan gerakan yang halus, presisi dan otomatis dengan kecepatan yang tinggi.
Dalam upaya pencapaian ranah psikomotorik sebagai kompetensi keterampilan lulusan, Nolker (1983) mengusulkan tahapan pembelajaran sebagai berikut: Tahap persiapan, tahap peragaan, tahap peniruan, tahap praktek, dan tahap evaluasi. Psikomotorik dapat pula dikembangkan dengan berbagai kegiatan diantaranya kegiatan laboratorium, dalam hal ini menurut Nobar (1992) harus mengikuti prosedur-prosedur praktikum dengan rumusan berikut:
Langkah 1: Penyediaan manual isntruksi yang jelas dan tegas bagi subjek didik.
Langkah 2: Dasar teori dari eksperimen yang dilakukan harus jelas dipaparkan dalam manual
instruksi.
Langkah 3: Perlengkapan eksperimen harus sudah teratur disediakan, serta semua alat ukur
yang dibutuhkan telah disediakan, dan fungsinya harus dideskripsikan.
Langkah 4: Eksperimen digambarkan dalam diagram percobaan serta pemberian lebel peralatan
harus jelas dalam diagram tersebut.
Langkah 5: Hasil pengukuran eksperimen harus segera dicatat dengan akurasi yang tinggi. Jika
eksperimen dilakukan oleh kelompok, maka semua subjek didik harus
mengopservasi hasil percobaan dan mencatatnya masing-masing, dengan tujuan
peningkatan kepresisian.
Langkah 6: Jika mungkin, segera menggambarkan grafik hasil percobaan agar dapat
dikonfirmasi kembali dengan percobaan jika ada keragu-raguan.
Langkah 7: Jika ada kesulitan-kesulitan dalam eksperimen harus diuraikan secara jelas, dan jika
ada langkah barus yang berlainan dengan prosedur yang telah ditetapkan haruslah
diberi penjelasan dan alasannya.
Langkah 8: Hasil dan estimasi-estimasi yang dilakukan harus diyakini akurat secara menyeluruh
dan eksperimen harus dievaluasi kembali.
Langkah 9: Jika hasil eksperimen menyimpang terlalu besar dari teori pendukungnya, maka
harus dilakukan penjajakan kembali langkah demi langkah.
Langkah 10: Kesimpulan hasil eksperimen harus dituliskan dan dirumuskan pada lapaoran.
Langkah 11: Hasil eksperimen harus dipresentasikan untuk didiskusikan sebelum pelaksanaan
percobaan berikutnya.
Hal yang penting yang harus hati-hati dalam merumuskan manual instruksi adalah kelima tingkatan psikomotorik terlatihkan dalam eksperimen atau praktikum tersebut. Dengan demikian indikator-indikator standar harus tegas dan jelas dirumuskan, dan indikator-indikator tersebutlah yang menjadi target capaian. Indikator-indikator psikomotorik setiap praktikum ataupun kerja praktek membutuhkan kajian yang mendalam sesuai dengan karakteristik eksperimen yang dipraktimumkan. Peningkatan psikomotorik dapat juga dilakukan dengan memperbanyak pelatihan psikomotorik, praktek lapangan industri.

C. PERENCANAAN STANDAR CAPAIAN BELAJAR
Standar capaian belajar hanya dapat diperoleh jika terlebih dahulu direncanakan dengan baik serta dilaksanakan proses pencapaian dengan cermat. Dokumen perencanaan pembelajaran haruslah memuat berbagai komponen atau bagian-bagian yang distandarkan. O’Shea (2005) mengatakan ada lima langkah perencanaan pembelajaran yang sukses dalam topic yang ditentukan yaitu:
Langkah I : Identifikasi standar yang akan dituju (merumuskan tujuan pembelajaran).
Langkah II : Menganalisis dan menyeleksi standard an rencana kerja.
Langkah III : Merumuskan indikator-indikator capaian setiap standar dalam ketiga ranah
Kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Langkah IV : Pilih dan tentukan urutan pembelajaran dan metode serta seluruh
kelengkapan yang dibutuhkan. Tentukan rencana proses pencapaian
indikator-indikator dengan cermat.
Langkah V : Laksanakan evaluasi terhadap performansi dan produk pembelajaran.
Dari hasil evaluasi akan diperoleh gambaran performansi dan kompetensi pembelajar, yang merupakan pertimbangan untuk langkah selanjutnya untuk meneruskan topik baru atau mengadakan pembelajaran remedial. Berbagai umpan balik dari hasil belajar dapat member informasi untuk perbaikan berbagai hal dalam pembelajaran, seperti persiapan, proses, peralatan dan media pembelajaran, bahkan instrument evaluasi.

D. KENDALI INTERNAL DENGAN METODE KENDALI KOKOH
Struktur organisasi program studi atau jurusan memberi informasi yang dapat dimanfaatkan sebagai komponen kendali. Jurusan dan program studi seharusnya memiliki Ketua, sekretaris, dosen, pegawai, laboran, dan mahasiswa. Secara struktur, dosen bertanggungjawab kepada ketua jurusan dan atau sekretaris jurusan atau program studi sebagai pimpinan. Dengan demikian, ketua dan sekretaris jurusan atau program studi sebagai pengendali internal jurusan.



Standar ε output
+
-





Gambar 3. Sistem kendali internal Jurusan atau prodi

Deskripsi tugas komponen kendali:
Controller:
Ketua dan sekretaris jurusan atau prodi bertugas sebagai pengendali, membangun dan menjaga budaya ilmiah, budaya sukses, membangun komitment, memotivasi, membangun iklim kondusif, membangun kerja sama internal dengan eksternal, mengadministrasikan dokumen-dokumen standar, merumuskan standar kerjanya sendiri, merumuskan Standar Operasional Prosedur (SOP), menilai kinerja dosen, administrator, laboran. Memodelkan actuator sehingga dapat melakukan kendali pada actuator.
Actuator:
Dosen sebagai actuator bertugas sebagai perumus perencanaan pembelajaran, pelaksana pembelajaran, evaluator proses dan hasil belajar, serta motivator belajar subjek didik, fasilitator pembelajaran. Seorang dosen harus merumuskan standar-standar pembelajaran yang selanjutnya diurai menjadi indikator-indikator proses dan capaian pembelajaran. Marshall (2009) mengatakan bahwa dosen harus membangun standar kerja dan dokumen evaluasi diri menyangkut: perencanaan dan persiapan pembelajaran, manajemen kelas, perumusan proses pembelajaran, monitoring, penilaian dan proses lanjutan, komunikasi dengan orang tua dan masyarakat, pemerhati pendidikan dan lembaga professional lainnya. Dosen harus menuruti dan berjalan sesuai dengan rencana yang dirumuskannya dengan kesadaran diri dan komitmen sendiri. Hal ini dapat terlaksana ketika budaya ilmiah, etos kerja tinggi telah terbangun dalam diri dosen. Memodelkan plant sehingga dapat melakukan aksi pada plant.
Plant:
Mahasiswa sebagai plant harus mengembangkan dirinya dengan kerja keras dan pantang menyerah untuk mencapai standar-standar kompetensi yang harus dicapai.
Evaluation:
Instru,men-instrumen penilaian harus sudah sirumuskan dan distandarisasi.
Output :
Output adalah kompetensi-kompetensi capaian.
Error:
Error adalah selisih kompetensi standar dengan kompetensi capaian.

Pemodelan actuator dan plant jika sangat dinamis akibat dari banyaknya pengaruh eksternal jurusan ataupun program studi harus diatasi. Pangaribuan (2010) memberi solusi pemodelan yang sangat dinamis dengan menerapkan fuzzy logic, serta pengendaliannya juga dengan fuzzy control. Dalam pemodelan dan pengendalian seperti itu, berdasarkan stimulus-respon (input-output), sehingga controller menjadi kotak hitam (black Box). Pengaruh eksternal secara otomatis menyatu dengan respon plant, dan kendali mengikuti respon tersebut dan mengarahkannya secara halus pada target dan standar.
Dalam pengendalian metode kendali kokoh, actuator memaksa plant untuk tetap berjalan sesuai dengan track, walaupun banyak factor eksternal yang mempengaruhinya. Kekuatan kendali kokoh berada dalam perencanaan standar pembelajaran, spesifikasi indikator capaian, standar operasional prosedur, pemodelan plant atau sistem. Metode kendali kokoh (robust control) sesuai dengan karakteristik kendali internal.

E. KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan kajian dapat disimpulkan bahwa kendali internal sesuai dengan karakteristik kendali kokoh (robust control), yang menekankan dan memiliki kekuatan pada perencanaan, pemodelan, standar operasional prosedur, dan pemaksaan terhadap subjek didik untuk selalu berada dalam tracking kendali.

Daftar Pustaka
Anderson, L. W., & Krathwohl, D. R. (Eds.). 2001. A taxonomy for learning, teaching and
assessing: A revision of Bloom's Taxonomy of educational objectives: Complete edition,
New York : Longman.
Bloom, B. S. (Ed). 1956. Taxonomy of Edocational Objectives: The Classification of Educational
Goals. Handbook 1. Cognitive Domain. New York: Longmans Green.
Boyatzis Richard E. 2008. Competencies in the 21 st century. Journal of Management
Development. Vol. 27 Number 1.
Marshall Kim. 2009. Rethinking Teacher Supervision and Evaluation. How to work smart, built
collaboration, and close the achievement gap. San Francisco: John Wiley & Sons, inc.
Nobar P.M., G. McGrath, S, S, tan. Computer Aided Experimentation in Engineering. Int. J.
Engng Ed. Vol 8 No. 3. Pp. 192-204, 1992. Printed in Great Britain.
Nolker dan dan E. Schoenfeldt. 1983. Pendidikan Kejuruan: Pembelajaran, Kurikulum, dan
Perencanaan. Jakarta: Gramedia
O’Shea Mark R. 2005. From Standards to Success, a guide for school leaders. Virginia:
Association for Supervision and Curriculum Development (ASCD)
Pangaribuan Wanapri. Sistem Pengendalian Pembangunan Pendidikan Berbasis Logika
Kabur (Fuzzy Logic). Jurnal Generasi Kampus, Volume 3, Nomor 1, April 2010.
Universitas Negeri Medan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 tahun 2005, tentang Standar Nasional
Pendidikan
Williams Helen W. 2008. Characteristics that Distinguish Outstanding Urban Principles.
Emotional Intelligence, social intelligency, and environmental Adaptation. Journal of
Management Development. Vol. 27 Number 1.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar